Joe Biden di dalam pidatonya mengenai perubahan iklim di kantor Direktur Intelijen Nasional AS pada 27 Juli 2021 memberi pernyataan bahwa Jakarta akan tenggelam dalam waktu 10 tahun disebabkan oleh perubahan iklim,  Biden berkata “tetapi apa yang akan terjadi – apa yang akan terjadi di Indonesia jika proyeksi benar, dalam kurun waktu 10 tahun, mereka sebaiknya memindahkan ibukota karena akan tenggelam.“ Seperti dikutip dari situs resmi Gedung Putih whitehouse.gov, Jumat (30/7/2021).

Jauh sebelum adanya prediksi dari NASA, institusi nasional seperti lembaga nasional seperti tim peneliti geodesi Institut Teknik Bandung (ITB) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penelitian tentang penurunan tanah dan kenaikan muka air laut di Jakarta. Lembaga-lembaga penelitian tersebut menyimpulkan jika tidak ada tindakan penanggulangan, bukan tidak mungkin 95 persen wilayah Jakarta akan tenggelam pada tahun 2050.

Sementara itu, Gills Erkens (peneliti dari Deltares Research Institute di Utrecht, Belanda) seperti yang dilaporkan pada tahun 2014 oleh BBC bahwa beberapa kota di Asia Tenggara berisiko tenggelam jika tidak dilakukan tindakan pencegahan. Jakarta, Kota Ho Chi Minh, Bangkok, dan kota-kota pesisir lainnya mengalami penurunan tanah dan kenaikan permukaan laut yang menyebabkan terjadinya tenggelam. Ia menyebut Tokyo dan Venesia sebagai dua contoh kota yang berhasil menghentikan penurunan tanah.

Terkait masalah ini, Yayat Supriatna (pengamat perkotaan dan dosen Teknik Perencanaan di Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti) berkomentar, potensi tenggelamnya Jakarta tidak hanya dipicu oleh kenaikan muka air laut akibat pemanasan global. Potensi tenggelamnya juga diperparah dengan penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah secara besar-besaran. Hal ini disebabkan kapasitas perusahaan daerah air minum di Jakarta untuk sementara ini belum bisa memberikan pelayanan air minum yang memadai bagi masyarakat. Oleh karena itu, ketika investasi skala besar seperti industri perhotelan, perkantoran, dan perbelanjaan dibangun dan kebutuhan mereka akan pasokan air dalam jumlah besar tidak mungkin dapat dipenuhi maka mereka mengambil jalan pintas dengan mengekstraksi air tanah.

Menurut Yayat, tindakan segera untuk menghentikan eksploitasi air tanah secara besar-besaran sangat penting untuk menyelamatkan Jakarta dari tenggelam, sementara pembangunan tanggul raksasa dianggap sebagai upaya yang tidak efektif. Selain itu, eksploitasi air tanah menyebabkan intrusi air laut yang luas yang sudah mencapai kawasan Monas di Jakarta Pusat. Penanggulangan lain yang mungkin dilakukan adalah dengan mendistribusikan kembali fungsi-fungsi kota seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, dan industri skala besar ke kota-kota sekitarnya.

Sementara itu, Prof Robert M. Delinom (ahli hidrogeologi dari LIPI) berpendapat bahwa Jakarta tidak akan tenggelam karena geologi daratan Jakarta tidak homogen. Hanya lokasi-lokasi tertentu yang tersusun dari material lempung yang menyusut secara alami akibat pembangunan yang masif. Oleh karena itu, dia merekomendasikan pemerintah untuk menetapkan zonasi pembangunan, di mana wilayah yang tersusun atas batuan halus dan lempung seperti di Jakarta Utara dan Jakarta Barat tidak boleh dikembangkan secara masif.

Menurut Dr. Heri Andreas (Kepala Laboratorium Geodesi, Departemen Teknik Geodesi dan Geomatika, ITB dan Ketua Lembaga Penelitian Ikatan Alumni, ITB (IA-ITB)), penelitian sebelumnya melaporkan bahwa laju penurunan tanah di Jakarta melambat. Menurut dr Heri, prediksi tenggelamnya Jakarta dalam 10 tahun ke depan bukanlah suatu kepastian. Karena dia yakin akan dilakukan upaya intervensi untuk mencegah tenggelam, seperti pembangunan tanggul pantai, pengurangan laju penurunan muka tanah dengan mengganti air tanah dengan sumber air alternatif (pipa), dan pengelolaan pesisir.

Dr Heri juga mengungkapkan bahwa Kota Pekalongan, Semarang, dan Demak mengalami penurunan muka tanah yang parah dengan tingkat yang mengkhawatirkan. Lembaga Penelitian IA-ITB saat ini memprioritaskan penelitian mereka di kota-kota tersebut. "Wilayah di kota-kota yang berada di bawah laut ini lebih luas dari Jakarta. Jika tidak dilakukan upaya manajemen risiko yang tepat, kemungkinan tenggelam dalam 10 tahun akan lebih pasti daripada Jakarta," jelasnya.

Lebih lanjut, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria tidak setuju dengan prediksi Biden. Diakuinya, elevasi tanah di Jakarta setiap tahun semakin menurun, namun membantah ancaman tenggelamnya ibu kota dalam 10 tahun ke depan. Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan berbagai tindakan untuk mencegah tenggelamnya tersebut. Salah satunya berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan instansi terkait lainnya untuk mitigasi penurunan tanah dan banjir, serta pembangunan Giant Sea Wall. Selain itu, jaringan pipa PAM Jaya juga ditingkatkan sehingga kebutuhan air bersih dapat terpenuhi untuk mengurangi pengambilan air tanah. Pemerintah juga terus berupaya mencegah banjir rob di Jakarta Utara dan mengimbau masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan. Wagub menghormati pernyataan Biden terkait ancaman tenggelamnya Jakarta dalam 10 tahun ke depan, namun ia menegaskan pemerintah tidak akan membiarkan ancaman seperti itu terjadi.

Sumber :

Gambar 1. Arus lalu lintas terganggu di MH Thamrin, Jakarta akibat genangan air setinggi 10-15 cm pada 11 Desember 2017 (Sumber: Liputan6.com)

Gambar 2. Infografis Upaya Antisipasi Prediksi Tenggelamnya Jakarta dalam 10 Tahun (Sumber: Liputan6.com)

By Admin JICA